banner 728x250

Nawir dan Titi Baku Lempar Tanggung Jawab soal Pembangunan SR di Kawasan Hutan Kota

banner 120x600
banner 468x60

REALITAS.CO.ID – Setelah disorot LSM LPGo soal Sekolah Rayat (SR) di Kabupaten Gorontalo yang rencananya akan dibangun di kawasan hutan kota berlokasi di Kelurahan Bongohulawa, Kecamatan Limboto. Kini, Asisten satu Nawir Tondako dan Plt Kepala Dinas Sosilal Titi Nur saling lempar tanggung jawab.

Awak media telah menghubungi Asisten satu Nawir Tondako, bermaksud menayakan apakah pembangunan SR tersebut tetap dibangun di kawasan Hutan Kota, Nawir hanya menyarankan awak media menghubungi Plt Kadis Sosial.

“Silahkan telfon Ibu Kadis Sosial, Dinas Sosial yang mengurusi itu,” singkat Nawir Tondako. Selasa (19/08/2025).

Sementara itu Plt Kadis Sosial ketika dihubungi mengatakan soal penentuan lokasi ada di Pemda, silahkan tanyakan sama Asisten satu.

“Di saya hanya administrasinya, kalau penentuan lokasinya ada disana (Pemda Gorontalo,read), Pak Nawir ketua timnya silahkan hubungi dia, loaksinya juga kami bangun dilahan milik Dinas Pertanian. Begini ya de, nanti saya telfon lagi, soalnya saya mau ke toilet, ba kembung perut ini,” ucap Plt Kadis Sosial Titi Nur.

Dilain pihak, Ketua LSM LPGo ketika dimintai tanggapanya soal saling lempat tanggung jawab antara Asisten satu Nawir Tondako dan Plt Kadis Sosial Titi Nur, soal tidak ada yang mau berkomentar pambangunan SR di kawasan hutan kota. Reflin berpendapat bahwa, dalam hal ini Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo tidak ada koordinasi antara pihak.

“Ini kan menandakan bahwa Plt Kadis Sosial dan Asisten satu tidak ada saling koordinasi, saya berpendapat Asal Bos Senang (ABS), artinya disampaikan ke Bupati, Wakil Bupati dan Sekda bahwa lahan untuk pembanguan SR sudah ada dan lahan tersebut milik Pemda dan tidak bermasalah. Nyatanya lahan tersebut masuk dalam kawasan hutan kota,” ujar Reflin.

Reflin mengatakan, dirinya mempunyai data Peraturan Bupati Gorontalo nomor 13 Tahun 2015, tentang perubahan atas peraturan bupati nomor 12 tahun 2013, tetang pengelolaan hutan kota dan taman kota di Kabupaten Gorontalo, yang ditandatangani oleh Bupati Gorontalo almarhum David Bobihoe Akib.

“Di Perbup tersebut luas hutan kota PWN Bongohulawa 90.92 Ha serta untuk lokasi yang nantinya akan dibangun Sekolah Rakyat tersebut seluas 5 Ha dan masih masuk dalam kawasan hutan kota seluas 25 Ha,” kata Reflin.

“Disisi lain Perbup nomor 13 tahun 2015 tersebut sampai dengan saat ini belum ada perubahan, baik dipemerintahan Bupati Prof Nelson Pomalingo hingga saat ini,” lanjutnya.

Diberitakan sebelumnya, dari data yang ada dan berdasarkan investigasi awak media, calon lokasi SR tersebut masih masuk dalam kawasan Hutan Kota.

Anehnya lagi, papan informasi yang menandakan bahwa kawasan tersebut Hutan Kota seluas 25 Hektare ditutupi dengan sapanduk yang bertuliskan Calon Lokasi Sekolah Rakyat.

Ini menandakan bahwa Pemda Kabupaten Gorontalo terkesan memaksakan pembanguan SR meskipun dalam kawasan Hutan Kota.

Ketua LSM LPGo Provinsi Gorontalo Reflin Liputo mengatakan, hutan kota umumnya tidak dibangun bangunan di atasnya. Hutan kota dirancang sebagai area hijau yang dilindungi dan memiliki fungsi ekologis penting, seperti menyerap polusi, mengatur suhu, dan menyediakan resapan air. 

“Kalau sampai terjadi pembagunan SR diatas kawasan hutan kota, saya mengecam tindakan Pemda Kabupaten Gorontalo yang tidak peduli dengan lingkungan. Pembangunan bangunan di area hutan kota dapat merusak fungsi-fungsi tersebut dan mengurangi manfaat yang diberikan hutan kota bagi lingkungan dan masyarakat. Pembangunan akan menghancurkan habitat alami flora dan fauna, serta mengganggu keseimbangan ekologis hutan kota,” kata Reflin.

Reflin melanjutkan, hutan kota berfungsi sebagai daerah resapan air alami. Pembangunan akan mengurangi kemampuan tanah untuk menyerap air, meningkatkan risiko banjir, bahkan menyebabkan polusi udara.

“Hutan kota berperan menyaring udara kotor. Pembangunan akan menambah sumber polusi dan mengurangi kemampuan hutan kota untuk membersihkan udara. Hutan kota juga membantu mengurangi efek “pulau panas” perkotaan. Pembangunan akan memperparah masalah ini,” lanjutnya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengatur sanksi pidana bagi pelanggaran tata ruang, termasuk pembangunan di zona hijau (seperti hutan kota) tanpa izin. Pasal 60 dalam undang-undang ini menyebutkan bahwa pelanggaran zonasi yang menyebabkan perubahan fungsi lahan dilindungi dapat dikenakan sanksi pidana. Pasal 109 UU No. 26 Tahun 2007 mengatur sanksi pidana untuk pelanggaran tersebut, yang bisa berupa denda atau penjara. 

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengatur sanksi pidana bagi pelanggaran tata ruang. UU ini bertujuan untuk mewujudkan penataan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. 
Rincian Sanksi Pidana:
• Pasal 70:
Mengatur sanksi pidana bagi setiap orang yang tidak memanfaatkan ruang sesuai dengan rencana tata ruang, yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang. Sanksi yang dikenakan berupa pidana penjara maksimal 4 tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) SIP Law Firm. 
• Pasal 69-74:
Mengatur berbagai jenis pelanggaran tata ruang dan sanksi yang terkait, baik sanksi administratif maupun pidana. 
• Sanksi untuk Pejabat:
Pejabat yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dapat dikenai sanksi pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp500 juta, serta dapat dikenai sanksi tambahan berupa pemberhentian tidak hormat dari jabatannya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *