banner 728x250

PG Gorontalo Hiraukan Edaran Kementan, APTRI Tagih Janji Pemerintah Soal Pemberian Sanksi

Ketua DPC APTRI Kabupaten Gorontalo, Heri Purnomo Saat Ditemui di Ladang Miliknya. Foto Dafid.
banner 120x600
banner 468x60

REALITAS.CO.ID – Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Kabupaten Gorontalo, Heri Purnomo, kembali menyuarakan soal ketidakpatuhan PT.PG soal revisi surat edaran penerapan sistem pembelian tebu yang dikeluarkan Kementerian Pertanian (Kementan) Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Perkebunan.

Kepada awak media, Heri Purnomo menceritakan bahwa sebelumnya ada surat edaran yang dikeluarkan Kementerian Pertanian (Kementan) Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Perkebunan pertanggal 22 April 2025 terkait penerapan Sistem Pembelian Tebu (SPT) Tahun 2025.

“Berdasarkan besarnya BPP Tebu Tahun 2025 pada masing – masing wilayah setelah dikonversi menjadi rendemen 7 %, maka Tim Survei mengusulkan HPP Tebu ditambah keuntungan petani 10% menjadi Rp.710.000 per ton tebu (Wil. Jawa), Rp.660.000 per ton tebu (Wil. Lampung), Rp.640.000 per ton tebu (Wil. Sulawesi Selatan), dan Rp.540.000 per ton tebu(Wil. Gorontalo),” ujar Heri. Kamis (18/09/2025).

“Namun, sebelumnya PT. PG Gorontalo melakukan pembelian dengan harga Rp 510.000/ ton. Setelah terbir surat edaran pertanggal 22 April 2025, maka PG Gorontalo itu menyusulkan selisih pembayaran Rp 30.000-nya/ton, dari panen bulan Januari sampai April. Artinya, kalau ada petani yang panen di masa itu, disusulkan Rp 30.000-nya yang telah dibayarkan PT. PG Gorontalo kepada petani,” lanjutnya.

Selanjutnya, pada tanggal 21 Juli 2025, terbit kembali surat edaran revisi atas SE sebelumnya yang di bulan April. Kata Heri, direvisi itu bunyinya bahwa di Gorontalo sudah diangka rendemen atau kadar gula 7% dizonasi wilayah Gorontalo dihargai Rp 660.000. Per ton.

“Bukan lagi Rp 540.000 per ton, sudah Rp 660.000 per ton. Nah, pertanyaannya, ada jeda waktu dari April sampai Juli atas perubahan edaran ini, apa bedanya dengan sebelum bulan April, disusulkan Rp 30.000 per ton nya. Artinya, kalau kami dari teman-teman petani ini, mengertinya, sedangkan yang Rp 30.000 saat ditetapkan harga SPT, Rp 540.000 per ton nya disusulkan dibayar PT PG Gorontalo. Tapi di sisi lain, setelah ditetapkan revisi kembali selisih Rp 120.000 ribu per ton nya tidak dibayarkan,” kata Heri.

Lebih jauh Heri menjelaskan bahwa berdasarkan hasil gerakan APTRI untuk memperjuangkan hak-hak dari petani tebu atas kewajiban pabrik gula. Bahwa PT PG Gorontalo hanya akan membayarkan SPT setelah surat edaran revisi keluar.

“Yang jadi pertanyaan kami. Bagaimana dengan sebelum surat edaran revisi keluar ? Akan dibayarkan atau tidak ?, artinya SE revisi kelaur itu ada kekeliruan sebelumnya. Setelah kami tanyakan ke PG mereka tidak mau membayar selisih dari masa giling awal tahun hingga bulan juni 2025,” jelasnya.

Tidak hanya itu, Heri juga mengungkapkan bahwa sudah ada mediasi yang dihadiri Pemerintah Provinsi Gorontalo dalam hal Dinas Pertanian bidang Perkebunan.

“Sudah ada mediasi melalui Zoom Meeting. Yang hadir, Ada Ketua APTRI Pusat, Direktur Jenderal Perkebunan, Ada PTSP, Perdagangan, serta pihak PT. PG Gorontalo. semua pihak yang terlibat sudah melakukan zoom meeting dan disepakati tahun 2025 ini, sesuai revisi edaran itu, maka pabrik gula harus membayarkan semua sesuai harga RP. 660.000 per ton kepada para petani tebu,”

“Dengan arogannya manajemen pabrik tidak mau tanda tangan surat kesepakatan bersama, alasan dari mereka masih harus koordinasi lagi dengan Pak Dirjen. Kebetulan Pak Dirjen pamit saat zoom meeting sementara berlangsung. Kata pak Dirjen, saya pamit ya, saudara-saudaraku semuanya petani di Gorontalo. Silakan nanti konsepnya dikonsep seperti apa, setelah mau tandangan mereka PG tidak mau,”

Terakhir dirinya menaruh harapan kepada Pemerintah Provinsi Gorontalo untuk  konsisten dan tegas dengan keputusan yang sudah sepakati pada tanggal 07 September 2025. Adapun dalam kesepakatan tersebut tertuang beberapa poin.

1. PT. PG Gorontalo melaksanakan penerapan Sistem Pembelian Tebu (SPT) sesuai dengan surat Direktur Jenderal Perkebunan. Nomor : B-853/KB.110/E/07/2025, tanggal 21 Juli 2025 yaitu pembelian tebu dengan harga Rp 660.000 per ton tebu.

2. Harga Pokok Penjual (HPP) tebu sebesar Rp 660.000 per ton tebu berlaku untuk masa giling tahun 2025.

3. Apabila poin 1 tidak dilaksanakan oleh PT. PG Gorontalo paling lambat 14 September 2025, maka pemerintah akan memberikan tindakan tegas sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku.

4. Menjelang musim giling selanjutnya, pihak pabrik gula dan pekebun tebu rakyat melakukan kesepakatan sistem penyerahan tebu (SPT atau SBH) dengan diketahui oleh dinas yang membidangi perkebunan.

“Nah disini kita ketahui bersama, bahwa PT PG Gorontalo hingga saat ini mengabaikan penerapan Sistem Pembelian Tebu sesuai dengan surat edaran dari Kementaan RI lewat Dirjen Perkebunan. Mana janji pemerintah yang katanya akan memberikan sanksi tegas apabila PT. PG Gorontalo tidak menerapkan SPT sesuai surat edaran Dirjen Perkebunan. Maka saya selaku Ketua APTRI Kabupaten Gorontalo meminta kepada pemerintah untuk memberikan sanksi tegas kepada pihak perusahaan,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *